Sejalan dan seiring pelaksanaan program transmigrasi, Kementerian
Desa, PDT dan Transmigrasi RI memberikan kesempatan kepada putra dan
putri transmigran lulusan SLTA sederajat diseluruh wilayah tujuan
transmigrasi yang berprestasi dan berpotensi untuk melanjutkan ke
jenjang perguruan tinggi melalui Program Penjaringan Siswa Berpotensi
Kawasan Transmigrasi (PPSBKT).
Salah satu yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan tujuan dan
cita-cita negara ini menurut Kepala Bidang Transmigrasi Windarta,
S.Sos. adalah adanya program Transmigrasi.
Program ini merupakan kerjasama antara Kemendes, PDT dan Transmigrasi
RI dengan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto. Layanan
pendidikan pada jenjang perguruan tinggi dengan memberikan kesempatan
kepada putra putri anak transmigran yang berprestasi dan telah
menamatkan jenjang pendidikan sekolah menengah/kejuruan merupakan salah
satu upaya peningkatan sumberdaya manusia dan masyarakat transmigrasi
sebagai pelaku utama pembangunan daerah sehingga memiliki daya saing
tinggi baik dalam skala lokal, regional maupun nasional mendukung
keberhasilan program transmigrasi di era pasca reformasi.
PPSBKT dimulai sejak tahun 1994 (dulu PPSBDT), kini sudah menginjak
tahun ke 25. Hampir setiap tahun sejak tahun 2007 Kabupaten Kapuas Hulu
selalu mengirimkan siswa/siswi anak transmigran yang berprestasi untuk
mengikuti program ini.
Siswa/siswi yang dikirim selanjutnya kuliah di Universitas Jenderal
Soedirman (UNSOED) Purwokerto Jawa Tengah diberbagai fakultas dan
jurusan dan mendapatkan beassiwa dari Kemendes, PDT dan
Transmigrasi. Bahkan siswa/siswi asal Kabupaten Kapuas Hulu yang telah
lulus sekarang sudah dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar
(transmigrasi), keluarga dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan
kesejahteraan dan pemberdayaan SDM , lanjut Windarta.
Beliau juga berharap semoga Program ini bisa berlanjut, sehingga lebih banyak lagi putra putri transmigran dapat mengenyam pendidikannya hingga Perguruan Tinggi.
Disnakerintrans bersama Lembaga dan Instansi terkait mengadakan rapat
Koordinasi Pelayanan Penempatan Dan Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia (PMI) Di Kabupaten Kapuas Hulu dilaksanakan di Ruang Rapat
Disnakerintrans, Selasa (10/9/19).
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan-perwakilan dari BP3TKI
Pontianak, BPJS Ketenagakerjaan, DinsosP3AP2KB, Polres Kapuas Hulu,
Dinas Kesehatan, Imigrasi Putussibau, P3MI, BAPPEDA, Dinas DUKCAPIL, dan
Disnakerintrans sebagai penyelenggara.
Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk memfasilitasi pemenuhan hak
warga negara Indonesia (WNI) untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan
yang layak bagi kemanusiaan, sesuai Undang-Undang Dasar 1945, baik di
dalam negeri maupun di luar negeri tanpa diskriminasi.
Dalam era global, WNI bebas untuk melakukan migrasi, termasuk migrasi
ke luar negeri untuk bekerja. Oleh karena itu, pemerintah menyediakan
fasilitas kemudahan dan pendekatan layanan migrasi ke luar negeri bagi
seluruh masyarakat.
Perlindungan terhadap pekerja migran ini sangat penting, karena
sejarah membuktikan hampir sepanjang masa selalu saja ada masalah
terkait pekerja migran. Mulai dari pemberangkatan ilegal atau
non-prosedural, penempatan yang tak sesuai janji, hingga jeratan masalah
hukum di negara tujuan.
Menurut perwakilan BP3TKI Pontianak, pada 25 Oktober 2017, Dewan
Perwakilan Rakyat dan pemerintah pun mengesahkan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang mengemban
amanat untuk memberikan perlindungan lebih kepada pekerja migran sejak
sebelum, selama, dan setelah bekerja di luar negeri.
Perlindungan yang dimaksud adalah upaya untuk untuk melindungi
kepentingan pekerja migran dan keluarganya agar haknya selalu terjamin
dan terpenuhi. Satu hal yang menonjol dari UU baru ini adalah amanat
perlindungan lebih total, yakni sejak sebelum, selama, dan setelah
pulang dari bekerja di luar negeri.
Sementara UU sebelumnya lebih menekankan pada perlindungan di aspek
penempatan tenaga kerja saja. Paradigma baru perlindungan pekerja migran
juga tampak pada komitmen pemerintah yang berusaha hadir setiap saat
dibutuhkan pekerja migran, dengan melibatkan pemerintah daerah.
Penguatan peran negara, baik di tingkat pusat dan daerah, menunjukkan
komitmen negara untuk memberikan perlindungan kepada pekerja migran dan
penghormatan hak asasi manusia.
Adapun tugas, wewenang, dan tanggung jawab pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa
berbeda tataran satu sama lain. Misalnya, pemerintah pusat mengatur,
membina, melaksanakan, dan mengawasi penempatan pekerja migran.
Pemerintah kabupaten/kota bertugas melaporkan hasil evaluasi terhadap
perusahaan penempatan pekerja migran kepada pemprov. Di tingkat
pemerintahan desa, tugasnya adalah memfasilitasi pemenuhan persyaratan
administrasi kependudukan calon pekerja migran Indonesia.
Pembagian tugas ini menunjukkan adanya komitmen negara dalam
memberikan perlindungan bagi pekerja migran di semua tingkatan yang
terdesentralisasi. Dengan peran dan tanggung jawab yang berjenjang dari
tingkatan desa, pemkab/ pemkot, pemprov dan pemerintah pusat, maka ada
mekanisme koordinasi yang efektif sehingga tidak ada tumpang tindih
tanggung jawab. Pelibatan pemerintah daerah ini tampak nyata dalam
Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) yang dibentuk pemerintah Indonesia di
berbagai daerah mulai tahun 2015.
LTSA merupakan layanan untuk pekerja migran dalam pengurusan dokumen,
pemeriksaan kesehatan, serta penyediaan jaminan sosial secara
terintegrasi dan terbuka. Melalui LTSA, masyarakat dapat memanfaatkan
berbagai jenis layanan ketenagakerjaan yang terhimpun dalam satu atap
sehingga memudahkan pihak yang membutuhkan.
LTSA ini terdiri dari berbagai unsur instansi, yaitu Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Tenaga Kerja, Dinas
Kesehatan, Imigrasi, Kepolisian, BPJS Ketenagakerjaan, BP3TKI, dan
perbankan. Masing-masing instansi tersebut memberikan tugas pelayanan
sesuai fungsi layanan di LTSA.
Disahkannya UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja
Migran Indonesia, terbentuklah 14 LTSA di 14 lokasi kabupaten/kota.
Setahun kemudian, ditambah lagi sembilan lokasi LTSA. Dengan demikian,
selama kurun 2015-2018, pemerintah telah membangun 32 LTSA dari target
52 LTSA di daerah kantong-kantong pekerja migran di seluruh Indonesia.
Perwakilan BP3TKI Pontianak menambahkan, sebetulnya Kapuas Hulu yang
merupakan salah satu kabupaten berbatasan langsung dengan negara
tetangga dan mempunyai Pintu Lintas Batas Negara (PLBN) Nanga badau
sangat layak untuk didirikan LTSA disana, katanya. Kepala Bidang Tenaga
Kerja menyambut baik isu strategis tentang pendirian LTSA Nanga Badau.